Sambil duduk Ngadiman bersama teman seprofesi mengeruk pasir untuk mendapatkan yutuk. (FOTO : Cimed/Wagino) ADIPALA, (Cimed) – Nama “yutuk” mungkin terdengar asing, namun bagi sebagian warga masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai Timur Cilacap mulai dari Bunton hingga Jetis nama itu sudah biasa. Pasalnya binatang bercangkang yang juga disebut undur-undur laut ini enak dijadikan camilan dan lauk. Selain itu juga dimanfaatkan untuk pakan bebek. Ngadiman (53) contohnya, salah satu peternak bebek asal Desa Welahan Wetan yang memanfaatkan yutuk sebagai pakan bebek piaraannya. Menurut dia, binatang laut yang selalu ngumpet didalam pasir ini sangat bagus buat pakan bebek miliknya karena kandungan gizinya tinggi sehingga telur yang dihasilkan bagus, bahkan ukurannya pun besar. “Dengan dikasih makan yutuk, dari 100 ekor bebek betina telur yang dihasilkan dalam sehari ya 100 butir, tapi kalau hanya dikasih makan dedak (katul, red) telornya bisa berkurang lima hingga sepuluh butir,” kata Ngadiman kepada CilacapMedia.com, Rabu (27/5). Yutuk atau undur-undur laut hasil tangkapan Ngadiman. (FOTO : Cimed/Wagino) Untuk memenuhi kebutuhan makan bebeknya ia harus berburu yutuk di pantai. Paling tidak dua hari sekali Ngadiman bersama warga sekampungnya yang seprofesi mencari yutuk dengan menyusuri pantai. Tempat yang dituju pun berpindah-pindah, mulai dari Pantai Bunton hingga Welahan Wetan. Waktu berburu antara pukul 11.00 WIB hingga 15.00 WIB. Setiap berburu ia hanya membawa kantong panjang yang berbahan menyerupai jaring. Tak ada alat khusus yang digunakan untuk mendapatkan yutuk, cukup dengan mengorek-ngorek pasir basah sedalam 20 sentimeter, binatang buruannya pun akan didapat. Dari cara berburu sekilas tampak seperti anak-anak tengah bermain pasir di bibir pantai. Dia mengaku dalam setiap berburu setidaknya membawa pulang 10 kg yutuk hidup. “Rata-rata 10 kg itu untuk makan bebek selama dua hari,” katanya. Meski mendapat yutuk banyak, ia tidak berniat memasak untuk lauk atau dijual sebagai makanan camilan. “Saya nggak pernah menjual yang sudah masak, karena saya nggak bisa tahu cara memasaknya. Paling saya jual ke pengepul di Widarapayung. Harga sekitar Rp 4.000 per kg,” katanya. Rani Juliani Dijaga Ormas Rabu, 3 Juni 2009 | 09:15 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Rani Juliani, saksi kunci terbunuhnya bos sebuah BUMN, Nasrudin Zulkarnaen, yang kemudian menyeret Ketua KPK Antasari Azhar (sekarang nonaktif), menurut berita terakhir berada di bawah perlindungan sebuah organisasi kemasyakatan di kawasan Jakarta Utara. Istri ketiga almarhum Nasrudin ini berada di lembaga tersebut sebagai titipan polisi. Awalnya, Rani disembunyikan di apartemen dan sempat berpindah-pindah tempat. Menurut sebuah sumber, Rani saat ini ditemani ibunya. Kondisinya sehat-sehat saja. Soal penampilan Rani di depan publik, sumber itu mengatakan, tergantung kepada polisi. ”Rani sendiri siap untuk menceritakan apa yang dia tahu,” katanya. Sumber ini menambahkan, Rani bisa menjelaskan soal pertemuan dengan Antasari di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Rani juga bisa menjelaskan mengapa dalam waktu bersamaan suaminya muncul di tempat itu. ”Sebenarnya dia sudah ingin bercerita. Dia ingin menikmati kehidupan normal lagi. Namun, niatnya belum terkabul karena belum ada izin polisi,” kata sumber tadi. Keseharian Rani saat ini dihabiskan dengan mengikuti ceramah, mengikuti pengajian, ataupun berzikir. Soal komunikasi, Rani mendapat kebebasan untuk menelepon keluarga. ”Tidak benar Rani dikekang. Di lingkungannya sekarang, Rani bebas bergerak, tetapi masih terbatas, tidak boleh keluar kompleks. Kalaupun keluar, harus ada pengawalan,” katanya. Sejak penembakan suaminya pada 14 Maret 2009, Rani seperti ditelan bumi. Polisi hanya memberi keterangan bahwa Rani berada dalam perlindungan polisi. Kriminolog Adrianus Meliala menganggap, perlindungan yang diberikan polisi kepada Rani terlalu berlebihan. Dalih polisi bahwa nyawa Rani terancam tidak disertai alasan dan penjelasan yang terbuka. ”Setelah proses pemberkasan seperti sekarang, Polri harus menjelaskan dulu, seperti apa peran Rani, siapa dia, perlihatkan kepada publik. Saya rasa tidak sepantasnya disembunyikan luar biasa seperti ini, ultraprotection,” ujarnya. Menurutnya, dalam melindungi saksi, polisi harus memberikan ruang yang proporsional dan tidak berlebihan. Senada dengan Adrianus, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) I Ketut Sudiarsa mengatakan, sejauh ini peranan Rani dalam kasus terbunuhnya Nasrudin belum jelas. ”Apakah dia saksi atau bukan, motifnya saja belum jelas dari polisi,” ujarnya saat dihubungi Warta Kota semalam. Karena belum ada kejelasan, kata Ketut, lembaga yang dipimpinnya belum terlibat dalam pemberian perlindungan terhadap Rani. ”Jika Rani hadir dalam rapat-rapat perencanaan pembunuhan Nasrudin dan merasa terancam karena menjadi saksi kunci, itu bisa kami lindungi. Namun, kalau hanya karena cinta segitiga, ya tidak bisa,” katanya. Perlindungan yang diberikan LPSK juga bermacam-macam, tergantung isi kesaksian si saksi tersebut. Sebagai contoh, kata Ketut, terhadap seorang warga yang memiliki keterangan dan bukti tindakan korupsi sehingga nyawanya terancam, LPSK bisa langsung melindunginya. ”Itu pun kita lihat dulu seberapa pantaskah ia dilindungi, bantuan perlindungan apa yang dibutuhkan,” tuturnya. Konspirasi besar Untuk mengungkap motif pembunuhan Nasrudin serta peranan Antasari Azhar dan Rani dalam kasus itu, pengamat kepolisian dan hukum, Irjen Pol (Purn) Sudirman Ail, menyarankan agar polisi lebih memfokuskan penyidikan pada peran Sigid Haryo Wibisono. Menurut dia, ada konspirasi besar di balik kasus pembunuhan Nasruddin. Sangat tidak masuk akal, seorang jaksa karier seperti Antasari memerintahkan pembunuhan hanya karena motif asmara, apalagi dia telah mengadukan kasus teror dari Nasruddin tersebut kepada Kapolri. ”Bagaimana mungkin dia sudah mengadu kepada Kapolri dan kemudian memerintahkan pembunuhan. Ini sangat bodoh,” tuturnya. Yang lebih masuk akal, menurut Sudirman Ail, ada pihak tertentu yang mengetahui adanya laporan Antasari kepada Kapolri dan kemudian memanfaatkannya. ”Dunia intelijen itu dunia orang cerdas. Hanya orang cerdaslah yang bisa bermain dengan memanfaatkan orang-orang yang tidak cerdas,” katanya. Sudirman berpendapat Sigid bisa jadi faktor kunci, bahkan sangat mungkin menjadi figur sentral. Sebab, keterkaitan Antasari dalam kasus tersebut lebih didasarkan pada keterangan Sigid dan Wiliardi. ”Kalau toh disebutkan bahwa ada bukti dalam CCTV bahwa AA dan WW pernah bertemu di rumah SHW, tapi kan belum ada bukti bahwa AA yang menyuruh. Sementara itu peran SHW sangat jelas, dia yang menyediakan uang. Ini fakta. Kalau dia mau membiayai, berarti ada apa-apanya?” ujarnya. Seperti diberitakan, Sigid yang mantan Staf Ahli Mensos Bachtiar Chamsyah ini membiayai investigasi atas teror Nasrudin kepada Antasari. Adanya teror ini diadukan Antasari kepada Kapolri. Dalam penembakan Nasruddin, uang untuk para eksekutor sebesar Rp 500 juta yang diberikan oleh Williardi kepada para pelaku lapangan juga berasal dari Sigid. ”Berdasarkan data yang saya baca di media, SHW ini dalam kehidupan sehari-hari mempunyai jaringan yang kuat. Jaringan yang cukup kuat ini memungkinkan dirinya membentuk jaringan intelijen swasta. Dia seolah-olah mampu menggerakkan orang-orang tertentu, termasuk AA dan WW,” ujar Sudirman. Menjawab pertanyaan tentang adanya rumor bahwa polisi menemukan dana ratusan miliar di rekening Sigid dan Rani—uang titipan dari para pengusaha untuk Antasari—Sudirman mengatakan, tuduhan itu sulit untuk dibuktikan. ”Kalau memang benar ada dana tersebut di rekeningnya, itu semakin membuktikan besarnya peran SHW,” ujarnya. (Ahmad Sabran/Tatang Suherman)
Dukungan Terhadap Prita Mengalir di Facebook Halaman dukungan untuk Prita Mulyasari di Facebook. Rabu, 3 Juni 2009 | 09:24 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Dukungan terhadap Prita Mulyasari yang kini ditahan di LP Wanita Tangerang karena menulis surat keluhan di internet atas layanan RS Omni Internasional Alam Sutra mengalir deras di Facebook. Hanya dalam waktu satu hari halaman dukungan yang dibuat oleh bapak blogger Indonesia Enda Nasution, Selasa (2/6), hingga berita ini diturunkan sudah berhasil menggalang 23 ribu dukungan.
Di Halaman itu Facebooker juga menuliskan aneka komentar terkait kasus ini. Seorang Facebooker, Panji Wijanarko menulis, "Keadilan harus ditegakkan. Orang emang pelayanannya udah buruk kok masih mau nyangkal dibilang pencemaran nama baik. Kalau emang bagus, kenapa ada konsumen yang protes."
Facebooker lain, Rahmad Sabri menulis, "Wahai RS yang tersohor, kalau pelayanan anda bagus gak akan mungkin pasien akan kabur gara-gara keluhan kecil yang seharusnya menjadi masukan untuk anda."
Pada halaman dukungan ini masyarakat Facebook meminta agar RS Omni mencabut segala ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik karena sering disalahgunakan untuk membungkam hak kemerdekaan mengeluarkan pendapat. Mereka juga berpendapat bahwa keluhan atau curhat Prita terhadap RS Omni tidak bisa dijerak dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Sebab, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjamin setiap warga negara sebagai konsumen untuk menyampaikan keluhannya. "RS Omni hendaknya memberikan hak jawab, bukan melakukan tuntutan perdata dan pidana atas keluhan atau curhat yang dimuat di suara pembaca dan milis-milis," demikian tuntutan warga digital ini.
Status
Selain dukungan komunal dalam di halaman khusus, masyarakat Facebook juga menyampaikan dukungan dan protesnya secara personal dalam status mereka.
Alexander Sudrajat menulis pada statusnya,"Berkeluh kesahlah, kau kupenjarakan."
Status lainnya, pada halaman Sigit Kurniawan, "Solidaritas buat Prita dan lawan kesewenang-wenangan korporasi bernama RS Omni Internasional, Alam Sutera, Serpong, dan pengadilan yang tidak adil."
Djoko Tjiptono juga menulis hal senada dalam statusnya, "Hidup Prita, lawan kezoliman RS Omni!"
Dewan Pers Datangi Prita di LP Tangerang Prita Mulyasari dan dua anaknya Rabu, 3 Juni 2009 | 08:23 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Pers akan menjenguk Prita Mulyasari di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Rabu (3/6) pukul 11.00. Kedatangan Dewan Pers tersebut untuk memberi dukungan kepada wanita yang dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit OMNI Internasional Tangerang. "Ya, pagi ini kami akan ke LP Wanita Tangerang untuk menyampaikan simpati Dewan Pers kepada Prita atas penderitaannya dalam menyampaikan pendapat," ujar anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, ketika dihubungi Kompas.com, Rabu. Setelah ke LP Wanita Tangerang, Dewan Pers akan ke Kejaksaan Tinggi Tangerang untuk menyampaikan protes terkait penggunaan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjerat Prita dengan hukuman penjara maksimal enam tahun atau denda Rp 1 miliar. Selain itu, Dewan Pers juga akan melayangkan surat ke Kejaksaan Agung dan Presiden. Dia menuturkan, RS Omni Internasional Tangerang hanya menggunakan pasal pencemaran nama baik KUHP saat menuntut Prita. Namun, jaksa justru menambahkan Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal kontroversial yang sempat diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materiil dirasakan sebagai "pasal karet" atau multitafsir. Namun, MK tetap menolak permohonan tersebut dan pasal tersebut tetap berlaku. Adapun isi pasal tersebut adalah
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. (3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. "Kalau perlu, kami akan menjadi saksi ahli dalam persidangannya. Sebab, ada kejanggalan-kejanggalan dalam kasus Prita. Salah satunya, mengapa pengadilan tidak memberita putusan perdatanya ketika itu. Padahal, sidangnya terbuka kan? Kenapa jaksa menggunakan UU ITE? Oleh karena itu, kami akan ke Kejaksaan Tangerang," tuturnya. Prita ditahan di LP Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena ditunduh melakukan pencemaran nama baik kepada RS Omni Internasional Tangerang melalui internet. Prita menyebarkan e-mail kepada 10 orang temannya yang berisi keluhannya terhadap rumah sakit tersebut. E-mail tersebut kemudian menyebar luas ke mailing list. Prita keberatan dengan analisis dokter yang menyebutkan dia terkena demam berdarah. Dia merasa ditipu karena dokter kemudian memberikan diagnosis dia hanya terkena virus udara. Tak hanya itu, menurut Prita dalam e-mail-nya, dokter memberikan berbagai macam suntikan berdosis tinggi. Merasa jengkel, Prita kemudian berniat pindah ke RS lain. Namun, dia kesulitan mendapatkan hasil laboratorium. Prita telah mengajukan keberatannya ke RS Omni Internasional dan tak mendapatkan jawabannya. Kemudian, dia menyampaikan keluhannya itu kepada teman-temannya melalui e-mail. Pihak RS Omni Tangerang telah menjawab keluhan Prita melalui mailing list dan iklan di media massa. putrapantaiselatan.blogspot.com berita bersumber dari cilacapmedia.com,kompas.com
|